Jumat, 15 Mei 2009

Ternak Puyuh


Beternak Puyuh

Km 7-Dairi Pers : Suara riuh burung ouyuh itu terdengardari jarak 10 meter. Dalam kandang yang tidak terlalu luas ribuan ekor puyuh dibudidayakan. Kendati terlihat sepele namun dari ternak unggas ini bisa menyekolahkan anak hingga perguruan tinggi. Tak tanggung tanggung dua anak sekaligus kini bisa melanjutkan kuliah di Perguruan Tinggi.
Agaknya ungkapan asal ada kemauan pasti ada jalan inilah yang mengispirasi Pak Munte mendalami budidaya ternak burung puyuh. Awalnya hanya beberapa ratus ekor. Namun kini ternak burung puyuhnya nya hingga ribuan ekor. Setiap pagi ayah yang beristerikan seorang guru ini dapat memanen ratusan butir telur puyuh. Pemasaran telur juga tidak sulit cukup memasukkannya ke dalam plastik an dijual eceran. Dalam sekejap saja telur habis terjual.
Dalam kunjungan Dairi per ke lokasi peternakan burung puyuh ini Rabu (23/1) di kilomter 7 jalan menuju Tigalingga terlihat kandang untuk ternak jenis burung ini cukup sederhana. Kandang didihuni ribuan ekor burung puyuh itu terbuat dari potongan bambu serta kawat rang-rang. Persis seperti peternakan ayam petelur kandang dibentuk miring sehingga telur langsung berguling ke pinggir sehingga mudah untuk mengambilnya.
Kotak minum dan kotak makanan unggas ini juga sederhana terbuat dari bambu. Namun memang harus diakui peternak yang satu ini cukup kreatif dengan pengaturan kandang dan tata letak kandang. Pemanfaatan bahan-bahan yang ada disekeliling tempat tinggalnya seperti bambu dan kayu menjadi tempat beternak puyuh pantas diacungkan jempol. Dari bahan-bahan sederhana inilah Pak Munte (sapaan akrabnya) dapat menghasilkan uang.
Habibah anak peternak ini saat ditanya Dairi Pers menyebutkan ternak tersebut digeluti orang tuanya beberapa tahun silam. Namun ternak itu berkemang pesat. Bibit dan anak burung puyuh didatang-kan dari Medan. Perawatan serta cara beternaknya tidak jauh beda dengan ayam petelur. Hanya bedanya jumlahnya bisa mencapai ratusan ekor dalam satu petak. Yang ukurannya paling 1 X 1 meter. Kini Sang ayah mencoba mengembang-kan sendiri penetasan telur puyuh menjadi bibit puyuh. Namun hasilnya belum memuaskan kendati sudah berhasil beberapa ekor.
Beternak puyuh ini disebutkan yang diperlukan hanya rajin dan mengerti tentang burung puyuh. Kebersihan kandang perlu dijaga untuk menjaga ternak tidak terkena penyakit. Anak burung puyuh yang selanjutnya dijadikan bibit tersebut pada usia muda harus dirawat dengan memberikan lampu pemanas. Pemanas yang dugunakan mereka kadang dari kompor dan juga pernah menggujnakan lampu pijar listrik. Anak burung puyuh ini disebut rentan terhadap hawa dingin. Hal tersebut dimungkinkan tempat penetasannya di Medan yang relatif panas. Namun setelah adaptasi anak-anak burung ini semakin besar dan pada usia produktifnya tidak memerlukan lagi pemanas tambahan.
Rp. 1.000 /5 butir
Sementara itu diakui dengan beternak burung puyuh ini eknomi keluarganya cukup terbantu. Telur puyuh dijual dengan harga Rp. 1.000/ 5 butir atau dengan harga Rp. 200 per butir. Disebutkan hingga kini rata-rata per hari produksi telur burung tersebut sekitar 500 butir. Artinya ayah ini dapat mengais rezeki sekitar Rp. 100.000 per hari. Usaha ini cukup lumayan karena beternak burung puyuh ini dapat dilakukan secara sambilan.
Disamping itu disebutkan untuk burung puyuh yang sudah tua dan tidak produksi lagi juga dapat dijual kepada masyakat. Namun metode yang dilakukan burung disembelih dan dikups. Selanjutnya daging burung ini dibubuhi dengan asam untuk dijual kepada pelanggan. Harga per ekornya Rp. 5.000.
Dari hasil burung puyuh itu Pak Munte dapat menyekolahkan anak. Kendati tidak seluruhnya dari hasil ternak tersebut namun dua anaknya kini kuliah di perguruan tinggi. “ jika hanya berharap dari kerja serabutan bagaimana mungkin saya bisa menyekolahkan anak, ujarnya.
Pakan Melambung
Sementara itu ternak puyuh ini memasuki masa guncangan. Pakan ternak yang naik drastis membuatnya kewalahan dalam menyediakan makanan ternak. Kenaikan harga pakan burung puyuh yang naik hingga 25 persen menurutnya cukup memberatkan. Dengan kenaikan itu maka dipastikan bertambah biaya operasi sekitar 25 persen. Padahal kini harga telur puyuh masih bertahan sekitar Rp. 200 per butir.
Beternak burung ini disebutkan cukup tinggi biaya pembelaian makan. Unggas yang dikandangkan tersebut setiap saat makan dan minum saja. Untuk ternaknya sekarang satu karung pakan seharga Rp.195.000 paling hanya mampu bertahan untuk tiga atau empat hari. Jika dihitung secara ekonomis memang untung cukup tipis. Namun diakui pihaknya bersyukur dapat membudidayakan ternak tersebut karena disamping unik juga hasilnya sudah dirasakan dapat membantu ekonomi keluarga.
Menyingung harapannya kedepan pihaknya berharap dapat dibantu pemkab Dairi atau instansi yang ada untuk pengembangan dan peluasan kandang sekaligus penguatan modal dalam pengembangan ternak puyuh. Modal terbatas yang dimiliki membuatnya mengurungkan niat memperluas lokasi kandang serta menambah jumlah ternak.
Kadang banyak yang berkunjung ke sini sekedar ingin tahun dan belajar membudi-dayakan puyuh. Beberapa pengunjung juga ada yang ingin membeli burung tersebut , ujarnya seraya menyebut jika pihaknya senang ada orang lain ingin mengembangkan ternak serupa.
Sementara itu kenaikan harga pakan unggas yang dijual dikota Sidikalang membuat peternak unggas daerah ini kewalahan. Banyak peternak unggas daerah in i merubah pola makanan ternak dengan mengolah sendiri pakan . Untuk harga pakan ayam petelur dijual Rp. 4.000/ Kg. Padahal harga sebelumnya hanya Rp. 3.200/Kg.
Alternatif yang digunakan peternak dengan membeli jagung belah mencampurnya dengan dedak serta ubi. Untuk menjaganutrisi makannan peternak juga mencampur nya dengan sedikit pakan ayam yang sudah jadi. Cara ini ndisebut dapat mengurangi biaya pembelian pakan. Namun cara ini hanya digunakan untuk ayam dewasa. Untuk benih ayam masih harus menggunakan pakan toko.

Ternak Lobster Air Tawar

peluang usaha ternak LOBSTER air tawar

Bila Anda sudah bosen dengan budidaya jenis ikan-ikanan darat, mungkin cobalah budidaya yang satu ini. Sering salah kaprah kalau jenis binatang ini hanya hidup di lautan, ternyata ada pula yang hidup di perairan darat. Nah, dari sekian banyak jenis lobster air tawar yang ada, yang paling layak dan mudah untuk dibudidayakan adalah yang berjenis cherax quadricarinatus atau biasa disebut red claw. Selain dagingnya cukup banyak (dan lezat tentunya), juga mudah dalam pemeliharaannya. Bahkan gizi yang dikandung si lobster ini lebih baik dan non kolesterol.

Unsur mudah dalam pemeliharaan ini sangat penting ditekankan, mengingat tidak hanya berkaitan dengan biaya operasional yang harus reasonable, tapi juga masalah fleksibilitas tempat pengembangbiakan. Bagi yang punya keterbatasan lahan, budidaya lobster ini bisa juga dilakukan di bak-bak artifisial semacam wadding pool anak-anak, box stereofom, hingga talang air.

Secara umum, budidaya lobster air tawar (kita singkat aja dengan LAT) dibagi dalam dua jenis, yaitu pembibitan dan pembesaran. Kalau pembibitan lebih mengarah kepada produksi bibit yang dijual untuk pembesaran, sedangkan pembesaran lebih mengarah kepada usaha pembesaran bibit-bibit LAT hingga pada ukuran yang dianggap layak untuk dikonsumsi. Namun bisa pula antara proses pembibitan dan pembesaran dijadikan satu.

Modal awalnya adalah Anda harus memiliki beberapa sepasang indukan. Dengan memiliki indukan yang sehat dan memenuhi protap (prosedur tetap), proses pembibitan akan lebih baik. Meski terkesan mudah dalam proses beternak LAT, namun saya sarankan untuk mengikuti pelatihan beternak hewan cantik ini. Selain bisa langsung paham dengan praktek, biasanya bisa berguru langsung kepada peternak yang sudah mapan. Bintaro Fish Center yang dimiliki oleh Ir. CunCun Setiawan merupakan salah satu tempat latihan beternak LAT yang layak direkomendasikan.

Masalah harga pasar, sebenarnya cukup menjanjikan. Namun karena pangsa pasarnya masih belum mature, maka seringkali harga pasar tidak bisa dijadikan patokan. Tapi secara ekonomis budidaya ini cukup menjanjikan. Permintaan atas LAT ini tiap tahun semakin meningkat, terutama untuk daerah Jabodetabek dan pangsa pasar ekspor

Ternak Bekicot



Ternak Bekicot Modal Irit Mudah Jadi Duit

Pengantar:
Bekicot, yang selama ini dianggap merupakan musuh petani, ternyata di luar
negeri menjadi makanan favorit, dan konsumsi masyarakat elit. Dibandingkan
dengan komoditas lainnya, memang biayanya juga termasuk irit dan tidak
susah jadi duit. Untuk mengetahui seluk-beluk tentang bisnis bekicot ini,
redaksi menurunkan wartawan Kuswari dan Yayan S (Bandung). Hasil
liputannya, kemudian disunting dan dilengkapi oleh Managing Editor Dedi
Riskomar. Semoga bermanfaat.
Redaksi
BEKICOT yang dalam bahasa latinnya “Achatina fulica”, merupakan hewan
umumnya dipandang sebelah mata, bahkan dianggap hama karena sangat
mengganggu tanaman para petani. Akibatnya, banyak masyarakat yang tidak
tahu manfaat dari bekicot ini. Padahal daging bekicot, mempunyai potensi
yang sangat tinggi untuk dibudidayakan, dan dijadikan suatu produk yang
bernilai ekonomi tinggi.
Boleh dibilang, sebenarnya bekicot begitu mudah diternak karena sifat
pertumbuhannya yang cepat. Namun sampai sejauh ini, belum mendapat
perhatian serius. Kalau pun ada yang mengembangkan, masih bisa dihitung
dengan jari. Itupun hanya dijadikan sebagai pakan ternak tertentu, misalnya
untuk makanan lele dumbo.
Berbeda dengan di daerah Kediri, ternyata ternak ini sudah dikenal sejak
tahun 1970. Daerah ini memang dikenal sebagai daerah produsen bekicot,
terutama di Desa Jengkol dan Plosokidul Kabupaten Kediri.
Semula budidaya bekicot, hanyalah memanfaatkan banyaknya bekicot di
tempat-tempat lembab. Kemudian dicoba dimanfaatkan, dalam bentuk bisnis
kecil-kecilan dengan dibuat keripik bekicot.
Ternyata perkembangan selanjutnya, banyak masyarakat yang tertarik dan
menyukai bekicot, sehingga tak heran kalau banyak yang ingin belajar
tentang bekicot ke daerah Kediri. Maka sejak saat itu, hingga sekarang kota
dekat Malang, Jatim itu kini menjadi sentra bekicot di Indonesia.
Sementara masih jarangnya pembudidayaan bekicot di Jawa Barat, barangkali
tidak lepas dari adanya anggapan bahwa bekicot merupakan hewan yang
menjijikkan dan tidak layak untuk dipasarkan dan dikonsumsi. Lebih jauhnya
lagi, tinjauan hukum Islam dalam masalah hewan ini dikategorikan sebagai
khilafiyah, artinya terjadi perbedaan pendapat sesuai dengan sudut pandang
yang berbeda-beda.
Terlepas dengan subtansi masalah hukum Islam, namun hewan bekicot sebagai
makhluk ciptaan Allah SWT begitu besar manfaatnya. Ternak ini, bisa
dijadikan suatu komoditas yang mempunyai nilai ekonomi tinggi. Apalagi,
permintaan pasar luar negeri begitu besar.
Selain itu, budidaya bekicot kalau dikelola secara profesional, akan
menciptakan peluang usaha baru, seiring dengan situasi dan kondisi
Indonesia, dihadapkan dengan problematika pengangguran, dan PHK dari
berbagai perusahaan akibat krisis moneter.
Bergizi Tinggi
Hasil penelitian para ahli gizi, ternyata hewan menjijikkan ini mengandung
berbagai nilai gizi yang baik bagi manusia. Bahkan menurut Ir. Yudi
Garnida, dosen Teknologi Pangan Universitas Pasundan (Unpas) saat dihubungi
“Mitra Bisnis” mengungkapkan bahwa bekicot merupakan hewan yang banyak
mengandung nilai gizi tinggi untuk kehidupan.
Protein yang terdapat dalam bekicot, sekitar 12% per 100 gram dagingnya. 1%
lemak, 2% hidrat arang, 237 mg Calcium, 78 mg phospor, dan vitamin B2.
Sedangkan asam amino dalam 100 gram daging bekicot kering antara lain
terdiri atas leusin 4,82 gram, lisin 4,35 gram, arginin 4,88 gram, asam
aspartat 5,98 gram dan asam glutamat 8,16 gram.
“Bahkan bekicot di luar negeri, telah menjadi makanan favorit dari golongan
elit, yang mampu bersaing dengan makanan lainnya. Negara yang paling doyan
terhadap daging bekicot ialah Prancis, beberapa negara Eropa dan juga
Asia,” ujarnya seraya menambahkan bahwa mahasiswa Teknologi Pangan Unpas
telah dianjurkan untuk membuat makanan yang berkualitas dari bahan bekicot,
serta kalau bisa tembus ke swalayan dan pasar-pasar besar lainnya.
Menurut Yudi Garnida, bekicot sebagai hewan yang mudah hidup di alam
Indonesia, sebenarnya merupakan potensi dan karunia alam yang besar bagi
masyarakat Indonesia. Meskipun dianggap sebagai hama, tetapi kalau dikelola
secara profesional bisa menjadi makanan yang bernilai ekonomi tinggi.
Apalagi sejak beberapa tahun terakhir, ternyata ada beberapa pengusaha yang
sudah mengekspor bekicot ke beberapa negara Eropa. Hanya saja sekarang,
bagaimana caranya agar bekicot ini dikelola secara lebih baik, serta
ditangani lebih profesional setelah pasca panennya,” tandasnya.
Kalau diteliti dalam berbagai buku-buku tentang bekicot, ternyata hewan ini
bukan hewan asli Indonesia, tetapi sebagai hewan yang datang dari Afrika
Timur, selanjutnya menyebar ke India. Baru tahun 1922 bekicot ini sampai ke
Indonesia.
Peluang Ekspor
Berdasarkan data yang diperoleh dari Biro Pusat Statistik, ternyata sejak
tahun 1983 bekicot yang ada di Indonesia telah diekspor ke beberapa negara,
terutama negara Eropa. Hal ini semakin memperkuat kedudukan bekicot,
sebagai salahsatu komoditas komersial yang patut diperhitungkan di saat
sekarang ini. Apalagi hampir di setiap tempat di Indonesia, bekicot begitu
mudah diperoleh, dan cara mengembangbiakkannya praktis dan bisa dilakukan
oleh siapa saja.
Data yang ada di BPS menunjukkan bahwa sejak tahun 1983 volume ekspor
bekicot Indonesia hanya mencapai 245.359 kg atau sebanding dengan harga
dolar US$ 442.597. Sedangkan tahun 1987 mengalami kenaikan menyolok 7 kali
lipat menjadi 1.490.296 kg atau senilai US$ 2.950.718. Tahun 1988 ekspor
bekicot meningkat sampai 1.092 ton. Pada umumnya bekicot yang diekspor
hampir semuanya berupa daging beku dan olahan, sedangkan hanya 1-2%
berbentuk bekicot segar.
Adapun harga rata-rata ekspor bekicot per-kg pada tahun 1983 senilai US$
1,80. Tahun 1984 mengalami penurunan dari US$ 1,67 menjadi US$ 1,60 dan
turun lagi sampai harga US$ 1,49. Turunnya harga tersebut, erat kaitannya
dengan kualitas bekicot. Karena ternyata setelah ada perbaikan pengolahan,
harga bekicot kembali normal pada tahun 1987 dengan rata-rata harga
mencapai US$ 1,98.
Diperkirakan harga bekicot sekarang telah mencapai 10 kali lipat, apabila
melihat perkembangan yang mencapai 11 tahun terakhir ini, apalagi dengan
naiknya harga dolar yang begitu tinggi. Kesempatan ekspor bekicot ke
beberapa negara maju, terutama Amerika dan Eropa serta Asia sangat terbuka
luas, apalagi potensi mengembangkan bekicot begitu besar di kawasan
Indonesia.

Ternak Bebek


Ternak Bebek di Lepas Pantai Sangat Menjanjikan

YOGYAKARTA – Sutrisno kini bisa tersenyum. Penduduk desa Srigading, Kecamatan Sanden, Kabupaten Bantul, Yogya ini tak lagi menuai keluh kesah tetangganya akibat kotoran sekitar 400 ekor bebek miliknya yang bertebaran di jalan-jalan dan menimbulkan bau tak sedap.
Kini, Sutrisno dengan tujuh rekannya yang tergabung dalam Kelompok Peternak Sido Maju, membiarkan bebek-bebeknya yang berjumlah sekitar 1.490 ekor berenang bebas di sebuah kawasan laguna pantai dusun Soge, desa Srigading - tepi pantai Samas. ’’Dalam dua bulan kami bisa untung Rp 14 juta,’’ ungkap Sutrisno (65), dengan wajah riang, ketika ditemui SH. Kamis (14/2) pekan lalu.
Keuntungan bersih ini didapatkan dengan menjual sekitar 900 butir telur perhari yang dihasilkan dari 1.490 ekor itik jenis lokal Turi, yang setiap butirnya dijual dengan harga Rp 500,-. Tentu saja keuntungan itu setelah dikurangi dengan biaya pakan Rp 800.000 perbulannya, tenaga kerja serta cicilan angsuran pinjaman Rp 4,6 juta per bulannya.
Sutrisno dan ke-7 rekannya itu tak perlu bersusah payah menjual, karena para pembeli datang ke lokasi. ’’Kalau dibandingkan dengan ketika saya piara di rumah, keuntungan sebutir telur bisa hanya Rp 15 rupiah ditambah omelan tetangga, tetapi ketika saya tempatkan di lepas pantai keuntungannya mencapai sekitar Rp 200,’’ ungkap Sutrisno.
Keberhasilan Sutrisno dan rekan-rekannya ini tak lepas dari campur tangan Fak. Peternakan UGM. Menurut Ir Sri Harimurti, dari Fak. Peternakan UGM yang juga selaku pembina peternak bebek, proyek ini dimulai sejak Oktober tahun 2001, dengan mengambil areal seluas 0,2 ha di pinggiran pantai Samas.
Para peternak ini diberi pinjaman Rp 70 juta dan diminta untuk mengembalikan dalam jangka waktu 14 bulan. ’’Sebetulnya masih ada 20 hektare lagi yang bisa dimanfaatkan,’’ ujar Harimurti.
Untuk memanfaatkan lahan lainnya itu, Harimurti masih harus hati-hati dan memerlukan biaya lagi. Sebab, tuturnya, tak mudah mendidik orang-orang desa untuk menjadi peternak bebek. ’’Susahnya bukan main untuk diajak jujur dan mempunyai kemauan,’’ tambah Ir Rini Widiati, yang juga pembina peternak bebek Kelompok Sido Maju ini.

Omega Tiga
Kadangkala, tambahnya, uang pinjaman untuk usaha beternak bebek ini habis hanya untuk keperluan sehari-hari. Dengan demikian, uang habis, bebek pun tak ada. Proyek beternak bebek di lepas pantai ini, menurut Harimurti, sangat menjanjikan.
Sebab, selain pakan yang mestinya diberikan pada seekor bebek bila ditempatkan di kandang memerlukan 2 ons gabah – setiap kilonya harganya Rp 1.200,-, maka kalau di lepas pantai hanya membutuhkan 1,2 ons. ’’Ini karena bebek-bebek itu mendapat makanan dari ganggang laut dan rumput laut yang tumbuh di sekitar itu, serta ikan-ikan kecil, anakan kepiting dan lain sebagainya’’ kata Harimurti.
Ditambahkan Harimurti, dalam sebuah penelitian ternyata ganggang dan rumput laut ini kaya kandungan Omega 3 yang diketahui bisa menurunkan kolesterol pada darah. ’’Jadi telur yang dihasilkan bebek lepas pantai ini juga mengandung Omega 3, dan ini ramah lingkungan’’ ungkap Harimurti.
Menurut Harimurti, produksi telur yang kini mencapai 900 butir perharinya masih bisa ditingkatkan karena 200 ekor bebek dari 1.490 itu diperkirakan belum bertelur mengingat baru saja didatangkan. Selain itu, kata Harimurti, tingkat kehilangan telur akibat diambil orang juga cukup tinggi, yakni diperkirakan mencapai 25 butir tiap harinya. ’’Ini kan cukup besar,’’ kata Harimurti.